Followers

http://www.youtube.com/user/81djoko?feature=mhee Adsense Indonesia Adsense Indonesia

Prof. Dr. Boediono adalah seorang dosen naik kursi Cawapres

Di mata para koleganya sebagai dosen di almamaternya di Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Dr. Boediono adalah seorang dosen biasa dan sederhana. Dia adalah dosen yang selalu rajin datang mengajar mahasiswa.

Hal itu diungkapkan staf pengajar sekaligus pengamat ekonomi, Dr. Tony Prasetyantono saat pertemuan dengan Cawapres Boediono di FEB UGM Bulaksumur Yogyakarta, Sabtu (23/5/2009).

"Pak Boed itu adalah dosen biasa yang selalu datang untuk mengajar. Kalau dosen luar biasa itu malah jarang datang. Beliau itu selalu hadir," ungkap Tony yang langsung disambut tepuk tangan para dosen yang hadir dalam pertemuan itu.

Tony mengaku heran dengan adanya perdebatan di berbagai media massa mengenai paham neoliberalisme. Menurutnya banyak orang yang tidak paham mengenai apa neoliberalisme itu. Istilah itu memang tidak dikenal pada saat mereka kuliah. "Yang ada adalah istilah kapitalisme," kata Tony yang mengaku belum pernah diajar oleh Boediono karena dia masuk pada tahun ganjil. Sedang Boediono lebih banyak mengajak di tahun genap.

Menurut Tony, Boediono bersama Almarhum Prof. Dr. Mubyarto pernah menulis buku mengenai Ekonomi Pancasila yang kemudian dikenal dengan ekonomi kerakyatan. Buku itu ditulis setelah ada seminar pada tahun 1980-an. "Istilah itu kemudian memunculkan diskusi panjang yang dimuat di media antara Arief Budiman dengan Mubyarto dan Boediono," katanya.

Tony mengatakan neoliberalisme awalnya muncul ketika negara Amerika Latin seperti Mexico dan Argentina terkena krisis pada tahun 1986. Hal itu terjadi lagi saat krisis ekonomi tahun 1994-1995 pada saat para ekonom Washington bersama IMF membuat rekomendasi yang kemudian muncul 10 pilar penanganan krisis.

Dari 10 pilar itu lanjut Tony, diperas lagi menjadi 3 hak terpenting yakni kebijakan fiskal yang disiplin. Negara berkembang yang terkena krisis, defisit APBN tidak boleh lebih dari 2%. Kedua masalah privatisasi BUMN dan ketiga liberalisasi pasar atau market liberalisasi agar pasar bersih dari distorsi.

"Masalah BUMN ini kemudian yang dianggap menjual aset negara, padahal hal itu untuk nomboki. Dan kenyataannya banyak BUMN yang diganggu politisi untuk membiayai," kata Tony.

Menurut Tony istilah yang dikenalkan oleh John Williamson atau dikenal dengan Washington Consensus itu kemudian menjadi sebuah jargon politik untuk melawan pro rakyat. "Sekarang ini neoliberal telah menjadi jargon politik," pungkas dia.

Tidak ada komentar: